Satu
rasa hancur lagi, tersudut, terpojok dengan segenggam restu yang terlambat
berucap.
Kesalahan
yang sama, cara yang sama, hasil yang sama..
Namun
bedanya kali ini aku bicara.
Kali
ini aku tak lagi berserah pada kata pasrah,
Aku
yang sekarang tak mau lagi dibodohi ketidakmauan untuk berjuang yang seringkali
bersembunyi di belakang kata ikhlas.
Aku
disana, untukmu, di depan mereka, untukmu.
Karena
aku tahu, adalah kamu yang kuingini.
Sejak
senyum kita bersambut, aku tahu itu kamu.
Dan
selalu kamu..
Tidak
mudah memang memperkenalkanmu,
Sangat
tidak mudah..
Tapi
aku coba dan terus mencoba, karena aku tahu, adalah kamu yang kuingini.
Waktu
demi waktu berganti,
Telingaku
jenuh dengan semua pertanyaan, pun lelah dengan semua prasangka.
Dari
mereka, mungkin juga darimu.
Tapi
aku mencoba diam, berusaha terlihat tak merasa, karena aku tahu, adalah kamu
yang kuingini.
Salahi
aku, yang terlalu banyak berdiam.
Hanya
karena tak mau kamu terluka, walau ternyata kebisuanku itu melukaimu dengan
cara yang tak pernah kupikirkan.
Salahi
aku, yang tak bisa berikan kamu alasan.
Hanya
karena berharap kamu percaya, ada restu yang sedang aku coba taklukan.
Salahi
aku, yang tak ingin kamu tahu.
Hanya
karena menganggap kamu terlalu baik untuk mendapatkan sebuah penolakan.
Penolakan yang sedang aku coba luluhkan.
Salahi
aku yang berharap kamu bisa berdiri disana, bertahan untuk sedikit lagi untuk
memberimu apa yang sekarang sudah kugenggam.
Karena
aku tahu, adalah kamu yang kuingini.
Terlalu
lama, ya aku tahu.
Aku
pun tak pernah ingini selama ini.
Ada
waktu yang harus dibayar untuk sebuah kata.
Dan
ada konsekuensi yang harus diterima untuk habisnya sebuah waktu.
Aku
mengerti.
Sangat
mengerti.
Saat
semua yang kuperlukan untuk bersamamu hanya berbatas satu anggukan,
Semua
sudah terlambat.
Lagi,
waktu menghukumku sejadinya.
Menghujamku
tanpa ampun ke dalam dinginnya kesendirian.
Tapi,
penyesalan takkan pernah menjadi rasa karena memperjuangkanmu adalah pilihanku.
Karena
aku tahu..
Sejak
awal..
Adalah
kamu yang kuingini.